ENDRICO IMANUEL HAMONANGAN MANALU
Ramadan akan selalu meninggalkan kesan tersendiri bagi saya. Ya, saya seorang Kristiani dan masa puasa hingga Lebaran memiliki arti begitu mendalam bagi diri saya pribadi. Ini pertama kalinya saya menulis tentang perasaan dan pengalaman yang saya rasakan setiap bulan Ramadan.
Sejak lahir dan besar di lingkungan mayoritas muslim, saya memiliki kenangan begitu berkesan dari Tetangga,teman dan keluarga kakek-nenek yang mana sebagian Muslim.
Tidak pernah terpikir sebelumnya untuk menulis seperti ini sampai suatu sore saya melihat Tante saya di dapur, mengangkat sebuah wajan besar. Ketika saya tengok, isinya ternyata adalah opor ayam yang biasa disantap dengan ketupat.
Lalu saya tanya kepada tante saya, “Lho, masak lagi? Bukannya tadi sudah menggoreng tempe dan bikin sambel bawang?” Ia hanya menjawab dengan singkat, “Ini buat nanti puasa. Mau kirim untuk saudara dan tetangga buat buka puasa.”
Sejak kecil saya tinggal dan dibesarkan oleh Om dan Tante dari ibu. Om dan Tante saya seorang Muslim,Mereka berasal dari Tanjung Balai(Si Kota Kerang) Sumatera Utara yang begitu kental dengan nuansa keakraban antar umat beragama hingga, ke 6 agama yang ada di Indonesia berada di sana seperti, hindu, buddha, Konghucu, Kristen, katolik, dan Islam. Disa sana tempat ibadah dari masing-masing agama ada.
Dulu, Om kerap membawa saya pulang kampung menjelang hari raya Idul Fitri. Kebiasaan mudik lebaran menjadi momen paling menggembirakan saat itu. Meski sebagai seorang Kristiani, Om saya selalu memilih pulang kampung saat Lebaran, bukan saat Natal atau pun Paskah. Biasanya semua sanak saudara berkumpul di rumah,tempat diamana kampung kakek dan nenek.
Kami biasanya tiba di Toba beberapa hari sebelum Idul Fitri. Selama di sana hingga Lebaran, saya selalu menikmati hari lebaran hingga masuk sekolah.
Jika sedang tidak pulang kampung, rumah om dan tante di Tanjung Balai (Si Kota Kerang) pun tidak kalah ramainya saat Lebaran. Bahkan biasanya lebih ramai ketimbang Natal dan Paskah. Sering anak-anak kecil di sekitar rumah datang untuk meminta duit Lebaran atau tetangga yang datang hanya untuk sekedar mencicipi ketupat sayur dan kue kering bikinan sendiri.
Semua kenangan akan hari raya itu saya alami selama masa kanak-kanak, dan saya sadari sekarang bahwa hal itu telah menjadi proses pembelajaran mengenal makna toleransi sesungguhnya. Perasaan memanusiakan manusia lain, tanpa harus memiliki tendensi untuk menghakimi, tanpa mencari siapa yang benar, siapa yang salah, dan siapa yang lebih berhak masuk surga.
Setelah cukup dewasa, tinggal di kota besar, saya menjadi tidak terlalu polos untuk menyadari bahwa sering kali manusia hidup dalam pengkotak-kotakan. Saya jengah ketika melihat begitu banyak konflik sosial yang terjadi karena perbedaan agama. Sudah begitu lama saya tidak lagi merasakan perasaan yang sama ketika ikut merayakan lebaran di Toba
Awal bulan Ramadan tahun ini memberikan makna tersendiri bagi diri saya sebagai seorang nasrani. Kurang lebih, saya juga merasa ikut merayakan suasana Lebaran. Tentu saja saya memaknai Ramadan secara berbeda dengan saudara-saudara Muslim. Saya tidak ikut salat tarawih berjamaah. Saya tidak ikut berpuasa. Saya tidak ikut menunaikan salat Ied.
Tetapi saya percaya momen ini menjadi kesempatan saya untuk kembali belajar–setidaknya dari keluarga saya — menjadi seorang manusia yang humanis. Seorang manusia yang sejatinya tidak hidup dalam kotak-kotak berlabel SARA.
Selama sebulan ini saya akan kembali diingatkan tentang bagaimana caranya hidup berdampingan tanpa harus ada institusi mengatur apa yang boleh dan apa yang tidak boleh. Tanpa harus diminta, saya akan menghormati siapa saja yang pantas saya hormati. Dari Lebaran, saya kembali belajar menjadi manusia yang toleran.
“Ah, mungkin saya hanya terlalu rindu akan kenangan masa lalu,” ucap saya dalam hati. Selesai menulis, saya menghampiri mama dan mencium tangannya, menyapa dia dengan panggilan mamah. Entah kenapa. Saya hanya ingin melakukannya
°Ramadhan menjadi pengalaman yang menarik bukan saja bagi Muslim, tetapi juga bagi Nasrani dan umat beragama lain nya . Karena bagi mereka, tradisi Ramadhan ini bukan hanya milik Muslim, tetapi juga menjadi bagian dari kehidupan mereka sejak kecil.
°We have finally arrived at the holy month Ramadanhan 1443H, I’m wishing you blessings and clemency. May Allah forgive all our sins.
"(Akhirnya kita tiba di bulan suci Ramadan 1443h, aku berdoa agar kamu selalu diberikan rezeki dan ampunan. Semoga Allah mengampuni semua dosa kita)."
#christians4ramadan
Komentar
Posting Komentar